Kamis, 24 September 2020

Kuota Gratis Internet untuk PJJ, Terobosan atau Pemborosan?

"Bantuan kuota data internet diberikan kepada siswa, mahasiswa, guru, serta dosen," jelas Sekretaris Jenderal Kemendikbud, Ainun Na’im, seperti dikutip dari laman Kemendikbud, Senin (21/9/2020).

Mikaela Blog for Business

Saya ingin sedikit mengomentasi langkah yg dilakukan kemendikbud menganggarkan Rp 8,9 triliun untuk membagikan kuota internet selama pembelajaran jarak jauh (PJJ), menurut pendapat saya hal ini adalah tindakan bodoh yg merupakan pemborosan yg luar biasa. 

Pertama-tama, dilihat dari proses pendataan nomor seluler yg akan diberikan kuota, ini sudah suatu proses yg sulit dan rawan bocor. Belum lagi karena keterbatasan akses informasi, banyak orang tua murid yg tidak/belum mengetahui mengenai hal ini dan mereka umumnya adalah orang-orang miskin yg lebih butuh bantuan.

Kedua, pemanfaatkan kuota internet ini kemungkinan besar tidak maksimal. Kuota belum tentu terpakai karena banyak murid sudah memiliki akses internet lain (lewat indihome misalnya). Akhirnya dana Rp 8,9 triliun ini akan menguntungkan provider, bukan murid.

Perlu diingat, bahwa dalam kondisi pandemi saat ini salah satu masalah utama yg dihadapi dunia pendidikan adalah SPP atau uang sekolah. Pandemi ini menyebabkan banyak orang tua murid kesulitan membayar SPP, sementara sekolah membutuhkan SPP untuk operasional seperti gaji guru. Apa gunanya punya kuota internet tetapi tidak bisa bayar uang sekolah? Guru dan dosen juga tidak perlu bantuan kuota, yg mereka butuhkan adalah sekolah/universitas bisa tetap membayar gaji mereka. (Jika gaji lancar, guru/dosen sanggup membiayai kuota mereka sendiri dari penghematan ongkos transportasi karena WFH). 

Seharusnya, mendikbud cukup memanggil para provider seluler dan minta kepada para provider tersebut untuk menyiapkan "paket data PJJ" yg dapat dibeli pelanggan dengan harga yg lebih murah, dan kemendikbud membantu mensosialisasikan agar PJJ menggunakan paket data ini. Saya jamin semua provider akan mendukung, karena jika tidak provider tersebut akan ditinggal pelanggan. 

Dana sebesar Rp 8,9T disalurkan ke sekolah-sekolah untuk meringankan biaya SPP. Jelas penyalurannya lebih mudah karena langsung ke sekolah-sekolah dan seharusnya kemendikbud sudah memiliki data murid per tiap sekolah jadi kebocoran dana juga lebih kecil. 

Jadi usahakan jangan sampai ada anak yg putus sekolah, baru sediakan akses internet murah berkoordinasi dengan provider. Bukannya terbalik, bagi2 duit dulu ke provider sementara murid yg kesulitan bayar uang sekolah gak diurus.

Saya harap mendikbud pak Nadiem bukan cuma mau mengulang prestasinya menghabiskan dana puluhan triliun di Gojek, tapi benar-benar memperhatikan kebutuhan pendidikan di Indonesia. 

https://solusialternatifsaya.blogspot.com/2020/09/modifikasi-ban-sepeda-mtb-dari-baut.html



Tidak ada komentar:

Posting Komentar